30 Juni, 2008

Jiwa Disurut Cinta

Tasbih melingkar hangat di pangkuan sajadah

Menghiasi paras manis lenbaran qauliah

Apa ini merupakan pertanda, ingkar dan menati surut cnta

Yang terlahir dalam dada


Tak sadar hidup ini di lembah biru

Kapan jiwa ini tersenyum di titik sukur


Wahai malam yang telah menutupi siang

Dan siang selagi terang benerang


Aku surut di jalan cinta

Sebab yang kucari hanya dusta

Kapan jiwa I’tikad dan berpesan

Untuk menjadi golongan kanan.



Purwokerto, 15 April 2008.




















Kota Tanpa Rembulan

Sayup-sayup rembulan

Sempoyongan,

Berbondong,

Sisakan kegelapan.,

Sembari menangis;

Cucurkan gerimis

Dimalam ini.

Cahaya kota seakan surut

Ditinggal rembulan

Mencari ketenanggan

Tuk gantikan sepercik rindu

Yang kian lama ditahan

Dalam hati, terbingkai tangis malam

Terlampau jauh kau pergi rembulan

Senyum kota menggigil rindu

Akan sorot mata kasih-Mu

Hangat tatapanmu tak bisa ditukar

Dengan deru kota mala mini


Sunyi kota ini

Manusia seakan mati/

Nafas hanya setengah hati.,

Bisikan cinta……….,

Hanya dari gesekan besi

Sedang jerit keras kesakitan

Terdengar lantang

Dari balik deruji

Merobek impian malam


Purwokerto, 5 Mei 2008







Sajadah Kusam


Lama kau senandungkan Wirid

Menabur sepi dipertiga malam

Hanya berteman sajadah kusam

Di pojok masjid peninggalan moyang.

Biji tasbih berputar menerjang redupnya malam.

Redup yang bercengkrama dengan kabut awan.


Sesekali Ia pergi meninggalkan sajadah kusam

Tuk mencari kesucian yang seakan hilang

Dibawa beratnya selaput pandang.


Kembali duduk pada sajadah kusam

Hingga terdengar gelegar tawa Ayam Jantan

Berteriak menguisir udara malam

Mengganti udara baru di pangkal fajar.


Tuan penguasa sajadah kusam

Merasa saat nafas di tepi sadar

Seraya teriak :

TUHAN……..!!

Apakah malam sudah hilang.



Purwokerto, 29 Desember 2006

Tentang Ombak Pada Karang

Saat karang

Diterjang ombak

Yang berpetualang

Mencari ilmu tentang kasih saying,

Di tepi sungai

Dengan membawa aroma bangkai

Yang ditinggal sebagai kenangan.

Oleh ombak pada karang;

Dibiarkan pula ombak berpaling

Dari hadapan karang

Untuk mengobral kasih saying

Dengan kawan

Yang berdampingan dengan karang.


Ombak itu temanMu

Ia tidak edan

Mungkin…….,

Ia ingin berbagi rasa

Dalam kehangatan cinta

Yang dating

Beriring dengan gelombang.



Purwokerto, 24 Juni 2006


Aku Bukan Benalu (dari hati warga kompensasi)

Haus, lapar

Keras dan kasar

Mengiringi jalan-Ku

Demi sesuap nasi

Yang ditimbun nasib


Cukup yang diharap

Kurang yang sering hinggap

Dalam perang kehidupan.


Aku ingin makan

Untuk sesuap nasi

Aku buka benalu

Hanya;

Ingin minta jatah tiga bulan lalu

Ungkap Saudaraku, pada Ibu

Ia juga bukan benalu



Purwokerto, 21 Juni 2006


Sebutir Buah Kuldi


Di surga yang hanya bisa ditumbuhi

Tanaman yang belum pernah ku mengerti

Apa berkulit duri

Atau mungkin, bertangkai besi


Aku hanya dengar cerita orang Tua

Yang diambil Dari kitab Maha karya

Tentang Setan iri pada Manusia.


Bujuk setan pada Ayah-Bunda

Atau yang kita kenal Adam dan Hawa.

Saat tak mau bersujud pada keduanya

Dari perintah Sang Maha Kuasa

Yang menciptakan Jagat raya


Bujuk setan mempan pada Bunda

Yang ditiru oleh ayahanda

Karena lupa

Akan pesan sang penguasa.


Seketika itu dipisah dan dan di pindah keduanya

Dari Surga

Menuju Dunia

Yang akhirnya tercipta kita.




Purwokerto, 6 Juni 2006


Buaya Berkulit Sutra

Buaya berkulit sutra

Berkeliaran di tengah Rawa

Yang ditanami bangunan Kota

Saat makhluk tak ada yang kuasa


Di Rawa, Buaya menawarkan jasa

Dengan tujuan berlilpat ganda

Pada orang yang tak kuat derita

Sebab bangkrut dari usaha

Kembali berlipat ganda memang tujuan buaya

Bukan menghapus derita,

Orang yang menerima jasa

Malah memperparah luka.



Purwokerto, 5 Juni 2006


Obor Iman Di Kampung Sebrang


Malam sepi diiringi badai, kaburkan bulu dan debu.

Waktu aku, duduk diruang tamu

Rumah milik Majikanku.,

Tak sengaja mata memandang

Mengikuti mata angin yang tak berpenghalang


Terlihat obor, aku lari mendekati pintu gerbang

Aku……, terus memandang

Walau jauh dikampung sebrang

Yang kukira tak ada orang


Aku datang lewat jalan petang

Sesampainya Ku intip dari belakang

Terlihat jelas Orang dari lubang

Sedang membaca Ayat Suci dengan tenang.



Purwokerto, 4 Juni 2006

LILIN-LILIN KECIL DI HATI SINGA

Lilin-lilin kecil menempel di hati

Saat singa bergegas lari

Untuk mencari mangsa yang suci

Singa yang muak pada kenyataan diri


Lilin kecil tak mudah lari

Malah membesar menerangi hati

Mengingatkan pada Illahi

Singa itu smpat berhenti

Saat melihat orang sufi

Yang duduk di garasi

Rumah milik Illahi.


Tunduk singa dihadapan Orang Sufi

Yang iya sapa Kiyai

Sambil bertanya tentang isi hati

Yang ditimbun Extasi

Untuk mengobati penyakit hati

Waktu singa prustasi


Orang sufi tak henti-henti untuk menasehati

Pada singa yang lari sebab sakit hati

Degan kata yang mudah dimengerti

Olah singa yang kering budi pekerti.



Purwokerto, 1 Juni 2006

KISAH MAWAR LAYU

Gemerlap, ramai dan terkesan romantis

Terlihat di taman itu

Taman surga dunia yang diselimuti awan kesunyian

Namun;

Terlihat wajah murung

Disekitar warung

Warung Remang-remang

Kata Orang

Yang sering berlangganan kasih sayang.


Wajah murung itu milik Mawar

Mawar yang layu

Sebab habis ditipu

Oleh laki-laki yang pandai merayu

Dengan racun brselimut madu.


Sekujur tangkai Mawar terlihat layu

Kala terkena efek racun itu

Menyesal sudah di penghujung waktu

Dijual pun tak laku


Teman malah mengadu pada Tuannya sambil berseru

Buang saja itu Tuanku !

Perintah dari tuan gremo dari Tuan Mu

Lantas gegas tuan itu

Takpedulikan jasanya dulu.



Purwokerto, 1 Juni 2006


SAJAK 27 Mei, UNTUK DIY


  • Kupersembahkan untuk korban gempa


Bumi Berdzikir

Saat itu

Dipagi yang cerah pada hari Sabtu

27 Mei 2006 tersurat dalam kalender ku

Berdzikir merobohkan bangunan-bangunan megah

Dari dalam laut

Seolah mengejar wedus gembel yang lari

Lari dari lembah merapi


Bersabar saudaraku

Kita semua ikut pilu, dalam kesedihan yang menimpamu

Kembali, sabarkan jiwamu

Kebalkan iman tuk maju

Membangun sisa puing-puing itu.


Purwokerto, 28 Mei 2006


DARAH SUCI ANAK NEGERI

Cucur air mata terus mengalir

Dari wajah lembut

Wajah milik Ibu Pertiwi

Yang punya kebun luas

Kebun bamboo runcing namanya


Gemah ripah loh jinawi julikanya

Namun….,

Kini telah diganti

Gemah ripah loh korupsi


Anak Bangsa ingin berjuang

Untuk ujudkan cita-cita suci

Cita-cita demokrasi untuk negri

Walau dengan darah kita mengabdi


Semua itu hanya untuk sang Ibu

Ibu Pertiwi

Ibu yang tak mau dikadali.






Purwokerto, 2 Mei 2006

BENANG-BENANG KUSUT

Benang kusut hinggap di tengah Samudra

Menghalang ombak yang berdansa

Ombak yang jernih gelap seketika

Merubah warna dan citra

Begitu pula bangsaKu

Yang dihinggapi pengacau

Datang satu persatu

Untuk membuat malu


Benang kusut dianggap pengacau nggak mau

Malah mengaku

Akulah pejuang baru.



Purwokerto, 30 Desember 2006






















22 Mei, 2008

TANGIS KU

Tuhan.... Tuhan.....Tuhan;
Aku menangis dalam kegelapan.

Purwokerto, 6 Mei 2008

HILANG RASA

Seberkas wajah kekasih
Meniupkan angin-angin mimpi
Menjulang pada dinding semi
Dan menari di ujung sepi

Sakit ini................sakit ini
Menggema menggerogoti mimpi
Kekasih kapan kembali
Yang sudah lama pergi dari pelupuk hati

Purwokerto, 19 April 2008

ISTANA GEMBEL

Badai ekonomi menerjang
Menghantam bebatuan bernyawa
Tembok dinding tak mampu menghalang
Melindungi tuan penguasa istana

Roboh luluh lantah
Ditindas kekejaman kota
Kolong jembatan diubah istana
Oleh tuan yang susah payah

Bukan lagi kursi mewah
Apalagi rumah megah
Kini semua berubah
Mengikuti keadaan yang tak terarah

Alarm membisu enggan membangunkan tidurnya.
Tinggal lolongan anjing di sekitar ranjang kardus
Pada katak di kolong jembatan ia berpesan
Tolong ! Jaga tidurku dari ancaman yang berpesta

Purwokerto, 13  Agustus 2006

Rembulan Binal


Di keheningan malam
Secangkir tuak disiram
Untuk penghormatan pada rembulan yang muram
Yang tak tahu dosa dan haram

Bintang,
Kunang,
Lampu jalan,
Dan semua yang menyala seakan padam

Saat itu.,
Saat buaya hampir kehilangan akal
Karena akal dipenggal oleh renbulan yang binal


PURWOKERTO, 17 JULI 2006